KONSEP KETAHANAN PANGAN BERKELANJUTAN SUKU MALIND ANIM DI MERAUKE PAPUA SELATAN Elisabeth Veronika Wambrauw
Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih
Abstract
Suku Malind Anim dikenal dengan juga sebagai Marind Anim merupakan suku yang mendiami territorial selatan Papua khususnya Kabupaten Merauke. Suku Malind anim mendiami wilayah perbatasan negara sehingga territorial mencakup wilayah Indonesia atau wilayah Papua New Guinea. Wilayah Selatan Papua termasuk Kabupaten Merauke merupakan salah satu wilayah di Papua yang memiliki perbedaan cuaca yang eksstem anatar musim kemarau dan musim hujan. Pada saat kemarau dapat terjadi kekeringan yang berkepanjangan bahkan mengakibatkan kebakaran hutan seperti yang terjadi pada thaun 1997-1998 dan 2015-2016. Sebaliknya pda saat musim penghujan terjadi penggenangan air yang mengakibatkan terbentuknya rawa rawa sementara. Malind Anim sebagai salah satu suku yang diami kawasan tersebut mempunyai kearifan lokal dan peraturan adat yang berkaitan dengan pemanfaatan Sumber Daya Alam yang berkaiatn dengan identitas mereka (nakali) yang menjaga keseimbangan alam. Pengelolaan sumber daya alam ini telah dapat dilakukan dan telah diterapkan antar generasi. Tujuan dari artikel ini adalah mengintenfitikasikan salah satu bentuk kearifan local yang berkaitan dengan ketahanan pangan yang berkelanjutan yang ada pada suku Malind Anim. Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah Kualitatif Deskriptif (wawancara mendalam dan observasi) dan Metode Systematic Literature Review. Melalui pendekatan kualitatif diharapkan dapat mengali secara epistemology dan ontology terhadap kearifan lokal dan dilakukan Systematik literature Review dengan membaca literature berkaitan dengan suku Malind anim berpuluh-puluh tahun.
Hasil Identifikasi menunjukaan bahwa suku Malind Anim memiliki konsep ketahanan pangan yang telah dilakukan berabad-abad dan masih terus dilakukan samai dengan saat ini yaitu Wambad. Kosep ini muncul karena keterbatasan kondisi geograpgis hampir semua daerah berawa pada dataran rendah, sehingga masyarakat membuat system pertanian dengan membuat bedend-bedeng tanah dan disekitarnya dibuat saluran irigasi. Tujuan pengangkatan tanah untuk menghindari banjir, semementara saluran digali dimanfaatkan untuk mengendalikan banjir sekaligus sebagai penyedia air pada musim kemarau.Ikan dipelihara di kolam yang ada di sekitar wambad . Selain mempersiapkan ketahan pangan terhadap hasil kebun dan pertanian seperti pisang, sagu dan wati, ketahan perikanan pun dapat dimanfaatkan dari konsep wambad ini.
Apabila dikaitkan perkembangan zaman ternyata konsep konservasi dan pengendalian daya rusak oleh air yang dilakukan oleh suku Malind Anim sudah mempertimbangan dampak perumahan iklim dan kesiapan dalam mengatasi ketahanan pangan sekaligus penyedianaan sumber daya air. Apabila konsep yang ada dimasyarakat ini dikolaborasi program pemerintah tentunya dapat dikembangkan berdaya manfaat lebih. Di satu sisi ketahanan pangan yang lebih meningkat karena konsep pembuatan wambad yang menggunakan teknology sehingga areal luasan wambad menjadi lebih luas, dan penyimpanan air menjadi lebih banyak, serta dapat dikembangkan tempat pemancingan yang dapat meningkatkan kebahagian masyarakat sekaligus mendapatkan keuntungan ekonomi. Di sisi lain kearifan local dan nilai budaya yang ada di masyarakat tetap dipertahankan.
Dengan demikian bahwa sebenarnya banyak kearifan lokal yang berlaku dimasyarakat yang dapat berkelanjutan dan masih bisa dikembangkan pada era modernisasi.