Perencanaan Kawasan Strategis Sosial Budaya Majapahit berbasis Community Based Tourism dalam Mewujudkan Pariwisata Inklusif
G. A. P. Dyaksa (a*), A. S. Rahmawati (b), F. S. P. Puspita (c), S. N. Vera (d), Y. Nabila (e)

a, b, c, d, e) Departemen Perencanaan Wilayah Kota, Fakultas Teknik Sipil Perencanaan dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
*abhicanika.205015[at]mhs.its.ac.id


Abstract

Sektor pariwisata telah berkembang dengan pesat dan membawa manfaat dalam pelestarian warisan seni, adat, budaya serta penguatan ketahanan masyarakat. Kecamatan Trowulan dan Jatirejo sebagai wilayah yang kaya akan daya tarik wisata berlatar budaya, religi dan alam telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (PP No. 50 Tahun 2011) serta diarahkan pengembangannya sebagai Kawasan Pariwisata Berkelanjutan (Perda Kabupaten Mojokerto No. 8 Tahun 2019). Akan tetapi, kondisi eksisting di kedua kecamatan tersebut menunjukkan masih minimnya kepedulian dan keterlibatan masyarakat sehingga pengembangan pariwisata cenderung kurang progresif serta inklusif. Selain itu, ditemukan kurangnya aksesibilitas dan pengintegrasian antar obyek daya tarik wisata (ODTW) dengan simpul utama transportasi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi dan klasterisasi ODTW di Kecamatan Trowulan dan Jatirejo sebagai Kawasan Strategis Sosial Budaya Majapahit. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui teknik scoring, weighting serta analisis spasial untuk menentukan prioritas ODTW dan klaster pariwisata. Adapun dalam perumusan strategi dan arahan pengembangan pariwisata menggunakan teknik analisis SWOT. Proses pengumpulan data dilakukan secara primer melalui observasi lapangan, dan secara sekunder dilakukan melalui studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 ODTW di wilayah perencanaan, terdapat 7 ODTW yang potensial untuk dikembangkan sebagai pariwisata utama, sedangkan 8 ODTW lainnya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pariwisata pendukung. Keseluruhan ODTW yang diprioritaskan pengembangannya menunjukkan adanya urgensi pembentukan klaster pariwisata untuk menjamin terciptanya pariwisata yang inklusif. Terbentuk sejumlah 5 klaster pariwisata yang tersebar kedalam 12 desa, dengan Desa Bejijong, Desa Kejagan, Desa Sentonrejo, dan Desa Trowulan termasuk ke dalam klaster 1 sebagai prioritas pertama. Adapun klaster 1 memiliki potensi bencana banjir, cuaca ekstrim, dan kekeringan. Berikutnya klaster 2 pariwisata yang menempati prioritas kedua, meliputi Desa Beloh, Desa Temon, dan Desa Trowulan yang memiliki potensi bencana banjir, cuaca ekstrim, dan kekeringan. Desa Bicak, Desa Panggih, dan Desa Tawangsari tergolong ke dalam klaster 3 pariwisata, dengan potensi bencana banjir, cuaca ekstrim, dan kekeringan. Klaster 4 yang menempati prioritas pengembangan pariwisata keempat terdiri dari Desa Jembul dan Desa Rejosari. Dimana, klaster ini memiliki potensi bencana tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan. Terakhir adalah klaster 5, yang terdiri dari 3 desa meliputi Desa Jembul, Desa Rejosari, dan Desa Tawangrejo dengan potensi bencana tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Sebagai upaya adaptasi dari potensi bencana di masing-masing klaster pengembangan pariwisata, direncanakan rute evakuasi bencana yang disusun melalui network analysis untuk mencari rute tercepat dari titik awal evakuasi menuju shelter evakuasi akhir. Adapun dalam proses analisisnya, ditetapkan beberapa kriteria meliputi jenis penggunaan lahan, intensitas curah hujan, bahaya banjir, buffer jaringan jalan dan sungai, serta tingkat risiko multi bencana. Di Kecamatan Trowulan dan Jatirejo, terdapat 106 titik shelter dengan kondisi yang cukup layak dan 37 titik dengan kondisi yang kurang layak. Adapun jumlah pada klaster 1 sebanyak 13 shelter, klaster 2 sebanyak 3 shelter, klaster 3 sebanyak 2 shelter, klaster 4 sebanyak 2 shelter, dan klaster 5 sebanyak 2 shelter. Di lain sisi, jaringan rute klaster disusun dalam penelitian ini untuk mendukung pariwisata terintegrasi. Jaringan penghubung berupa rute transportasi disusun melalui network analysis dengan mempertimbangkan kriteria jarak tempuh antar klaster serta jaringan jalan sehingga dapat ditentukan rute perjalanan yang paling efektif. Jaringan rute klaster diklasifikasikan menjadi jaringan rute dalam klaster serta antar klaster. Sebagai tindak lanjut dari UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, penelitian ini menghasilkan luaran berupa zonasi cagar budaya dalam Kawasan Strategis Sosial Budaya Majapahit. Zonasi cagar budaya diklasifikasikan dalam zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, serta zona penunjang yang terletak di klaster pariwisata 1, 2, dan 3. Luaran terakhir adalah hasil analisis SWOT, yang menunjukkan bahwa kesadaran dan tingkat partisipasi masyarakat masih rendah dalam mengelola potensi di kawasan pariwisata Majapahit. Oleh karenanya, konsep pengembangan Kawasan Strategis Sosial Budaya Majapahit diarahkan berbasis Community Based Tourism (CBT) untuk mewujudkan pariwisata yang inklusif, berkelanjutan dan resilient. Implementasi konsep tersebut dilakukan melalui penerapan program sosialisasi, penyuluhan strategi serta peluang pengelolaan ODTW- pemberdayaan dan pendampingan kelompok masyarakat- penyediaan insentif bagi masyarakat atau kelompok masyarakat yang mengelola ODTW secara mandiri.

Keywords: CBT, Klaster, Masyarakat, ODTW, Pariwisata

Topic: PENGEMBANGAN DAYA SAING EKONOMI DAN WILAYAH YANG BERKELANJUTAN

ASPI 2023 Conference | Conference Management System